Angin menerobos dari jendela. Jendela kubuka. Bokep Ah, kini ia malah berlutut seperti menunggu satu kata saja dariku. Ia tdk lagi dingin dan ketus. Tdk perlu diantar. Mengapa kancing baju cuma tujuh?Hah, aq ada ide: toh masih ada kancing di bagian lengan, kalau belum cukup kancing Bapak-bapak di sebelahku juga bisa. Betul-betul keras. Penumpang lima lalu supir, jadi enam kali tujuh, 42 hore aq turun. Ada cairan putih di celana dalamku.Di kantor, aq masih terbayang-bayang wanita yg di lehernya ada keringat. Haruskah kujawab sapaan itu? Pletak, pletok, sepatunya berbunyi memecah sunyi. Pasti terburu-buru. Duduk di tepi dipan. Tdk pasang wajah perangnya.“Kayak kemarinlah..,” ujarnya sambil mengangkat tabloid menutupi wajahnya.Begitu kebetulankah ini? Iin datang. Kring..!“Mbak Iin, telepon.” kataku.Ia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Apakah suaraku mengganggu ketenangan mereka?“Pelan-pelan suaranya kan bisa Dek,” sang supir menggerutu sambil memberikan kembalian.Aq membalik arah lalu berjalan cepat, penuh semangat.
