Kami sama-sama terdiam. Eksanti mengerang lirih. XNXX Sentuhan kejantananku di tangannya membuat Eksanti merasa malu, tetapi hati kecilnya mau, ditambah sedikit rasa takut, mungkin.. Tanpa canggung lagi aku memeluk pinggang Eksanti, pada saat kami memasuki rumah makan tersebut. Memang harus aku akui kalau Eksanti memang cantik, bahkan terlalu cantik untuk ukuran Yoga itu. Kejadian ini berlangsung sekitar bulan September 2000 yang lalu. Aku melumat bibirnya, lalu aku menjulurkan lidahku perlahan seiring mulutnya yang seperti mempersilakan lidahku untuk menjelajah rongga mulutnya. “Tentang kamu, San”, jawabku pelan. Setelah memesan makanan dan minuman, aku memeluknya lagi. Kepalaku ditarik kuat-kuat hingga terbenam di antara dua bukit payudaranya. Aku merasa sudah tidak mungkin bisa untuk melanjutkan permainan cinta lagi. “Anak ini, kok aneh banget, jual mahal lagi”, pikirku. Kali ini tanpa malu-malu aku menatapnya dengan sepengetahuan Eksanti. Aku tersenyum kepadanya. Masih ditambah lagi dengan jepitan liang senggamanya yang sepertinya punya kekuatan magis untuk menyedot meluluh lantakkan otot-otot kejantananku.
